Pilkada Kota Metro 2024 telah selesai dilaksanakan. Namun, data yang muncul meninggalkan sebuah catatan penting yang perlu direnungkan bersama: partisipasi pemilih mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan pilkada sebelumnya. Dengan tingkat partisipasi sebesar 73,73%, angka ini lebih rendah dari Pilkada 2020 yang mencapai 85,74%. Kota Metro, yang selama ini dikenal sebagai salah satu kota kecil dengan akses informasi yang relatif baik, kini menghadapi fenomena apatisme politik yang patut menjadi perhatian serius.
Apatisme politik bukanlah fenomena baru dalam demokrasi modern, tetapi dalam konteks Kota Metro yang kecil dan cenderung homogen, penurunan ini menjadi tanda tanya besar. Apakah masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap proses politik? Apakah penyelenggara pemilu gagal menyampaikan pentingnya hak pilih? Ataukah para kandidat tidak lagi mampu menyulut harapan masyarakat?
Mari kita telaah, refleksikan, dan pahami persoalan ini secara lebih mendalam.
Apatisme Politik: Ketika Kepercayaan Publik Memudar
Apatisme politik, sebagaimana sering dibahas dalam literatur sosial, adalah keadaan di mana masyarakat merasa tidak peduli atau kehilangan kepercayaan terhadap sistem politik. Dalam demokrasi, partisipasi adalah inti dari legitimasi, tetapi jika masyarakat mulai merasa bahwa suara mereka tidak memiliki makna, maka kedaulatan rakyat, sebagaimana ditekankan oleh Abraham Lincoln, akan kehilangan substansinya.
Di Kota Metro, dengan akses informasi yang memadai, sulit untuk mengatakan bahwa masyarakat tidak tahu adanya pilkada atau tidak memahami pentingnya menggunakan hak pilih. Informasi tentang Pilkada 2024 telah tersebar luas, baik melalui media sosial maupun saluran komunikasi tradisional. Bahkan, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang mencapai 131.482 menunjukkan bahwa masyarakat memiliki akses penuh untuk berpartisipasi. Namun, penurunan partisipasi menunjukkan bahwa ada masalah yang lebih mendalam: rasa percaya masyarakat terhadap politik sedang tergerus.
Dalam hal ini, penting untuk memahami bahwa apatisme politik tidak muncul begitu saja. Seperti benih yang tumbuh di tanah gersang, ia berkembang dari kekecewaan yang terakumulasi. Kekecewaan terhadap janji-janji yang tidak ditepati, ketiadaan perubahan signifikan, dan perasaan bahwa kandidat yang tersedia tidak benar-benar mewakili aspirasi mereka adalah beberapa alasan yang dapat dijadikan landasan utamanya.
Lebih dari Sekadar Sosialisasi
Sebagai pihak yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kota Metro memiliki tugas besar untuk memastikan partisipasi maksimal. Sosialisasi, meskipun penting, bukanlah satu-satunya kunci untuk meningkatkan partisipasi. Di kota kecil seperti Metro, yang infrastrukturnya memungkinkan penyebaran informasi yang cepat, alasan rendahnya partisipasi tidak semata-mata karena kurangnya informasi.
Pertanyaan pentingnya adalah, apakah KPU telah berhasil membangun kesadaran kritis masyarakat? Sosialisasi bukan hanya tentang pemberitahuan teknis, seperti di mana dan kapan harus memilih, tetapi juga tentang mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya suara mereka. Kesadaran ini harus terus dipupuk agar masyarakat memahami bahwa setiap suara memiliki arti dalam menentukan masa depan kota mereka.
Sebagaimana diungkapkan filsuf John Dewey, pendidikan demokrasi adalah upaya kolektif untuk membentuk masyarakat yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Dalam konteks Pilkada Metro, pendidikan ini bukan hanya tugas KPU, tetapi juga tanggung jawab bersama antara penyelenggara, pemerintah daerah, media, dan organisasi masyarakat.
Membawa Harapan, Bukan Sekadar Janji
Dua pasangan calon yang maju dalam Pilkada 2024 tentu memiliki visi dan program kerja yang baik. Namun, kebaikan visi ini tidak akan berarti jika masyarakat tidak merasa terhubung dengan calon-calon tersebut. Dalam politik, persepsi sering kali lebih penting daripada kenyataan. Jika masyarakat merasa bahwa para kandidat hanya membawa janji kosong atau tidak memahami kebutuhan mereka, maka kepercayaan mereka terhadap politik akan semakin menurun.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi para peserta pilkada. Demokrasi bukan sekadar soal menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana proses politik dapat memperkuat kepercayaan masyarakat. Kandidat harus mampu menunjukkan bahwa mereka tidak hanya hadir untuk merebut kekuasaan, tetapi juga untuk mendengarkan, memahami, dan bekerja demi kepentingan masyarakat.
Abraham Lincoln, salah satu tokoh demokrasi, pernah mengatakan bahwa pemerintahan yang ideal adalah pemerintahan yang mampu mencerminkan kehendak rakyat. Dalam hal ini, peserta pilkada memiliki tanggung jawab moral untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar mewakili suara masyarakat, bukan sekadar mengejar ambisi politik pribadi.
Kedaulatan Pemilih dan Masa Depan Demokrasi Kota Metro
Pada akhirnya, pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: bagaimana membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap proses politik?
Kedaulatan pemilih adalah inti dari demokrasi. Namun, kedaulatan ini hanya akan terwujud jika masyarakat merasa bahwa suara mereka benar-benar dihargai dan memiliki dampak nyata. Untuk itu, tugas besar menanti semua pihak: penyelenggara harus memperbaiki pendekatan mereka dalam menyosialisasikan pemilu, peserta pilkada harus mampu membangun hubungan yang lebih erat dengan masyarakat, dan masyarakat itu sendiri harus menyadari bahwa hak pilih adalah senjata utama dalam menentukan masa depan.
Apatisme politik yang sedang tumbuh di Kota Metro harus menjadi panggilan bagi semua pihak untuk introspeksi. Jika demokrasi ingin tetap hidup, maka semua elemen harus bekerjasama memastikan bahwa setiap suara dihargai dan setiap individu merasa terlibat dalam proses politik.
Pilkada 2024 adalah cerminan dari tantangan yang dihadapi demokrasi kita hari ini. Namun, tantangan ini juga membawa peluang untuk belajar, tumbuh, dan membangun sistem yang lebih baik. Karena pada akhirnya, demokrasi bukan hanya tentang memilih, tetapi tentang memastikan bahwa setiap pilihan membawa harapan, kepercayaan, dan perubahan.
Ahmad Mustaqim, S.Pd. (Warga Sipil Kota Metro)
Kamis, 5 Desember 2024.