Saya tiba-tiba ingat soal Dataisme, yang dijelaskan oleh Yuval Noah Harari. Melihat dunia sebagai aliran data. Dalam pandangan ini, kita, perusahaan, dan institusi semua adalah bagian dari jaringan besar yang saling berbagi dan memproses informasi. Di era ini, kita tak lagi hanya sekadar mengambil keputusan—data dan algoritma justru semakin sering “mengambil keputusan” untuk kita. Semakin hari, banyak aspek kehidupan kita yang dipandu oleh data, mulai dari rekomendasi tontonan hingga analisis kesehatan pribadi.
Jadi, bagaimana kita menyiapkan diri menghadapi realitas ini? Ada dua langkah sederhana yang bisa kita lakukan.
Pertama, pahami teknologi yang sering kita gunakan. Ini tidak berarti kita harus jadi ahli teknologi, tapi cukup tahu dasar-dasarnya saja. Misalnya, pahami bagaimana data kita dipakai di media sosial atau aplikasi. Dengan begitu, kita tetap bisa mengontrol dan tidak hanya jadi pengguna pasif yang mengikuti semua yang direkomendasikan.
Kedua, kembangkan sikap etis dan kesadaran emosional. Data memang sering dianggap netral, tapi sering kali dipengaruhi oleh pihak-pihak yang mengolahnya. Artinya, kita perlu berpikir ulang sebelum menerima begitu saja setiap rekomendasi atau keputusan yang dibuat oleh teknologi. Jangan sampai kita kehilangan kemampuan menilai sesuatu secara kritis dan manusiawi.
Memang, yang dipilih saat ini adalah tools dan algoritma yang canggih, sehingga terasa kehadiran teknologi di mana-mana. Tapi, kalau akhirnya kita menemukan cara lain untuk menjaga kendali manusiawi di tengah kemajuan data, itu justru lebih baik, dan itu adalah tugas kita bersama di era Dataisme ini.
Metro, 31 Oktober 2024
Buku: Homo Deus ~ Yuval Noah Harari
#Sandallll : Terposting di Instagram
Download Data Digital Indonesia 2024 (We Are Social) – Klik Disini




