#SANDALLLL

Categories
Opini Read

Imajinasi (Foto)

Seringkali ketika ada tamu yang datang ke rumah, sengaja ataupun tidak, matanya langsung menatap ke foto-foto yang saya pajang di dinding.

Foto-foto itu berisi Metro Tempo 1940an dan beberapa foto Metro (Bagian Beddeng 28) Abad 21. Pasca menatap foto itu, tamu-tamu mulai bercerita kisah sejarah masa lalu.

Saya sering mendengarkan bagaimana kisah-kisah yang diceritakan itu didapatnya dari orang-orang tua terdahulu, ataupun dari literatur lainnya.

Foto yang hanya sekedar gambar nyatanya memantik ruang imajinasi seseorang untuk bercerita. Dinding yang sejatinya hanya diam, ia justeru mengajak orang untuk berbicara.

Foto-foto yang mengandung nilai historis itu memang saya pajang untuk merawat memori tentang Kota ini. Pun nantinya saya berharap foto itu akan dipertanyakan anak saya, hingga kami berimajinasi tentang masa lalu dan berdiskusi tentang masa depan.

#Sandallll

Categories
Opini Read

Metro 2045?

Apa yang kita imajinasikan tentang Kota Metro 20 tahun yang akan datang? Pertanyaan dasar tersebut harus sama-sama kita jawab.

Mungkin Metro akan menjadi Kota yang lebih ‘baik’ dalam segi pelayanan, tata kota, lingkungan, kesehatan dan lainnya. Metro menjadi ruang yang ramah bagi tumbuhnya perekonomian, teknologi dan inovasi.

Menuju 2045, artinya menyiapkan Kota untuk generasi anak-anak yang lahir hari ini. Kota ini butuh ide-ide pembangunan yang berkelanjutan.

Kota ini butuh orang-orang hebat yang keren, kreatif dan adaptif, pun butuh para birokrat yang sadar bahwa kerja tak melulu soal administratif, tapi inovatif.

Apakah Kota ini membutuhkanmu? Ya!
_

FGD Rancangan RPJPD Kota Metro 2025-2045 | OR Setda Kota Metro | 6 November 2023

Categories
Opini Read

Aku Klik, Maka Aku Ada


“Aku Klik, Maka Aku Ada”

Kurang lebih fondasi awalnya begitu. Mulai Jumat (28/07), pagi tadi, Yosorejo yang menjadi perwakilan Lampung dalam Lomba Kelurahan/Desa Tingkat Nasional di kunjungi oleh tim Ditjen Pemerintahan Desa Kemendagri RI. Semua hal terkait pelayanan, aktifitas, dan inovasi di Kelurahan tersebut di verifikasi.

Sebagai salah satu tim pendamping, saya turut membantu kawan-kawan kelurahan dalam proses transformasi digitalisasi pelayanan publik. Bermodalkan aplikasi berbasis website, Yosorejo, memberikan berbagai informasi statistik kependudukan, marketplace UMKM, dan layanan mandiri warga (dengan teknologi taping KTP + Akses via Android + tracking layanan surat).

Tentu tak hanya itu, data-data terkait isu-isu nasional seperti stunting, penerima bantuan, juga diwujudkan dalam bentuk spasial (maps). Publik tinggal klik, maka akan langsung diberikan data di mana titik lokasi yang beresiko Stunting atau lokus penerima bantuan

Apa yang telah dilakukan Yosorejo adalah sesuatu yang memang seharusnya dilakukan oleh Kelurahan, pun lembaga pelayanan publik apapun, tentang bagaimana pelayanan diberikan dengan akses semudah-mudahnya menyesuaikan perkembangan zamannya.

Dipublikasikan di Instagram: July 2023

Categories
Opini Read

Demokratisasi Ide dalam Ruang Birokrasi

Kita menyadari bahwa hari ini adalah eranya kecanggihan teknologi digital. Era dimana kita dengan mudahnya mengakses apapun, dimanapun, dan kapanpun.

Seperti halnya setiap membuka media digital, mulai dari bangun tidur kita sudah disuguhi jutaan informasi yang dengan mudahnya dapat diakses.

Di era ini, siapapun orang bisa dengan bebas membuat dan mendistribusikan informasi. Entah itu informasi baik, buruk, benar, ataupun salah, sistem digital tidak mempedulikannya.

Kebebasan ini, sering disebut sebagai demokratisasi informasi. Adanya kebebasan inilah yang kadang sering disalahgunakan seseorang untuk memproduksi informasi yang tidak benar atau hoax.

Hal ini memaksa birokrasi juga turut hadir sebagai produsen informasi yang tentu saja menjadi tameng dari segala bentuk hoax yang beredar, bahkan sebelum hoax itu diciptakan.

Lembaga birokrasi pun mulai aktif ber-media sosial, dan terbiasa memproduksi informasi serta mengklarifikasi ketidakbenaran suatu informasi.

Jika mendistribusikan informasi adalah hal yang umum bagi birokrasi, bagaimana jika birokrasi mendistribusikan ide-ide atau mendemokratisasikan ide?

Secara umum, demokratisasi ide bisa kita artikan sebagai situasi dimana orang bisa belajar (secara substansial) dengan siapa saja, dimana saja, dan kapan saja melalui pemanfaatan teknologi.

Lalu, bagaimana menciptakan situasi tersebut di Kota ini?

Media digital adalah kunci, sebab menjadi sarana yang paling utama. Kemudian orang-orang (tanpa kelas sosial apapun) yang bergerak dan mengimajinasikan kemajuan (masa depan) Kota ini diberi ruang seluas-luasnya untuk bercerita.

Maka, ide-ide soal Kota ini akan semakin berlimpah dan mudah diakses serta ‘dikonsumsi’ oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun.

Jadi, birokrasi perlu sedikit menambah pola. Tidak hanya memproduksi informasi, tapi juga mendistribusikan ide, bahkan menciptakan ruang pertukaran ide menjadi suatu inovasi yang menarik.

#Sandallll

Categories
Opini Read

Sedulur Papat Limo Pancer

Setelah penantian sekitar 10 bulan di dalam perut sang Ibu. Tepat pada tanggal 4 Februari 2023, lahirlah putra pertama kami. Kelahirannya pun menjadi kabar bahagia bagi keluarga besar yang menanti-nanti.

Memaknai sebuah kelahiran, saya mengingat kembali filosofi Sedulur Papat Limo Pancer. Sebuah khasanah Nusantara yang memiliki makna dalam tentang manusia.

Dalam pemikiran Jawa, Sedulur Papat atau empat saudara adalah apa-apa yang menjaga dan mengiringi kelahirannya. Mereka adalah kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah) dan puser (tali plasenta). Kakang kawah berperan menjaga badan, dan lahir lebih dulu untuk membuka jalan lahir bagi Bayi.

Adi ari-ari menyalurkan sari pati makanan, dan perilaku orang tuanya, ia lahir setelah Bayi. Getih senantiasa menjadi kawan Bayi selama 24 jam hingga proses lahir, ia ikut lahir dan ada di dalam diri Bayi. Dan puser yang menjaga Bayi sampai (pasca melahirkan) sekitar tujuh hari hingga kemudian puput. Sedangkan yang kelima pancernya adalah diri manusianya itu sendiri yang menjadi tunggal dari sedulur papat.

Memang, banyak pemaknaan yang dalam tentang Sedulur Papat Limo Pancer. Tapi yang terpenting adalah sebagai manusia kita harus sadar, ada banyak unsur di dalam diri (mikrokosmos ini) yang berperan sangat penting, dan kita sering melupakan, bahwa kita wajib berterimakasih.

_
Selamat lahir ke dunia, nak.

Terposting di instagram @sandallll_

#Sandallll

Categories
Read

Digitalisasi dan Peluang Bisnis

Ada 191 juta pengguna aktif sosial media (sosmed) di Indonesia, data ini dirilis oleh We Are Social awal tahun 2022. Ini meningkat 12.35% dari tahun sebelumnya. Saya yakin, tahun depan akan ada peningkatan lagi.

Orang-orang semakin lama akan semakin terbiasa menggunakan internet dan sosmed, pola kebiasaan akan semakin berubah ke arah digitalisasi, tak terkecuali soal berwirausaha.

Hari ini (08/12), saya sharing dengan kawan-kawan Karang Taruna Se-Kota Metro tentang bisnis via digital, khususnya via Marketplace. Tiap Marketplace selalu memiliki pola algoritmanya sendiri, dan tentu saja punya data-data usernya yang bisa kita beli untuk keperluan promosi (baca: ngiklan).

Terposing di Instagram: @Sandallll_

Categories
Read

Smart Village, Langkah Awal Menuju Metro Smart City

Smart Village (Kelurahan Cerdas), adalah salah satu langkah awal yang harus dilakukan untuk menuju Metro Smart City. Dari akar rumput, dari tatanan masyarakat yang paling bawah inilah pola-pola pemberdayaan teknologi harus dibiasakan.

Layanan dan akses data/informasi dimudahkan dengan satu klik, marketplace disediakan untuk promosi produk/jasa unggulan warga kelurahan. Kelurahan bukan lagi sebagai ruang administrasi, tapi ke depan harus menjadi brand, menjadi ruang yang bernilai dan bermanfaat bagi warga masyarakat.

Semoga apa yang kami lakukan ini bermanfaat dan memberi efek bola salju kebaikan di masa yang akan datang.
_
Tejosari, 21 November 2022

Instagram: @sandallll_

Categories
Read

Menulis Itu Soal Kebiasaan

Dalam hal menulis saya punya motto, “Tulislah Sesukamu, Ungkapkan Senyamanmu”. Motto ini yang kemudian menjadi lilin dan terus menyala di blog pribadi saya.

Menulis adalah soal kebiasaan, lebih spesifik lagi adalah soal kemauan. Bagaimana tentang menemukan dan membuat ide, angel, outline, sampai pada proses menulis, editing, dan publikasi, ini hal yang basic dan menurut saya penting.

Sabtu kemarin (26/03), bersama PMII Komisariat IAIM NU Metro saya berbagi sekilas pengalaman soal kepenulisan. Setidaknya memberi stimulan, bahwa menulis itu nggak sesusah apa yang dibayangkan.

#Sandallll

Categories
Opini Read

Organisasi Kepemudaan dan Kepemimpinan dalam Gerakan Pemberdayaan

Sejarah pernah mencatat bahwa peran pemuda sebagai aktor perubahan menjadi kunci utama dari sebagian besar proses pembangunan di negeri ini. Dalam hal ini, pemuda juga seringkali dijuluki sebagai agent of change atau agen perubahan. Bung Karno pernah mengatakan, “Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”, artinya ada harapan besar bagi sebuah negara yang erat kaitannya pada diri anak-anak mudanya. Maka, akan menjadi sangat penting apabila kemudian negara mampu menyediakan ruang-ruang pengetahuan alternatif di mana anak muda negeri ini dapat berproses untuk tumbuh dan berkembang di lingkungannya.

Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pada pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Meski begitu, faktanya definisi pemuda (pada batasan usia) terus berkembang di masyarakat, ada yang mengacu pada UU tersebut, ada juga yang tidak. Di luar perdebatan batasan usia tersebut, hal paling penting adalah soal semangat pemuda. Meski berusia diatas 30 tahun, masih pantas disebut pemuda jika memiliki semangat layaknya pemuda.

Data Sensus Penduduk (SP) Tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) menyajikan jumlah data penduduk Warga Negara Indonesia yang bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan SP Tahun 2010, artinya kini jumlah penduduk Indonesia terus bertambah hingga mencapai 270,20 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, tercatat ada 53,81% jumlah usia produktif di indonesia yang dibagi berdasarkan rentang usia yang berbeda. Diantaranya sebanyak 27,94% Gen Z (generasi yang lahir rentang tahun 1997-2012, yang saat ini usianya diperkirakan antara 17-23 tahun) dan sebanyak 25,87% Milenial (generasi yang lahir rentang waktu 1981-1996 dan berusia sekitar 24-39 tahun).

Komposisi penduduk muda yang terbagi menjadi generasi Z dan generasi Milenial ini ternyata juga memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri di mana hal ini juga bisa menandakan bahwa usia tersebut merupakan usia yang tergolong masih sangat produktif. Tentu saja, peluang ini bisa dimanfaatkan untuk mendobrak langkah progresif seseorang di masa mudanya. Pada lingkungan masyarakat penulis misalnya, orang-orang yang memiliki rentang usia antara Milenial dan Gen Z cukup aktif dalam mengisi struktur organisasi kepemudaan, salah satunya organisasi Karang Taruna yang merupakan ruang kepemudaan di lingkungan penulis beranggotakan warga berusia 15-40 tahun.

Organisasi kepemudaan seperti Karang Taruna ini seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai wadahnya para pemuda-pemudi, bahkan sampai pada tingkat desa / kelurahan untuk menampung ide, inovasi serta pasrtisipasi pemuda dalam gotong-royong pembangunan daerah dan mendorong terwujudnya kesejahteraan warga yang bisa dimulai dengan melakukan gerakan pemberdayaan. Jika kemudian para pemuda dapat menciptakan ruang-ruang kreatif di lingkungannya, tentu saja akan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat.

Karang Taruna, Pasar Kreatif, dan Kepemimpinan Pemuda

Karang Taruna adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sebagai wadah generasi muda untuk mengembangkan diri, tumbuh, dan berkembang atas dasar kesadaran serta tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk generasi muda, yang berorientasi pada tercapainya kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Definisi tersebut dijelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019. Sebagaimana penulis meyakini juga bahwa Karang Taruna merupakan organisasi kepemudaan atau wadah ekspresi pemuda untuk berkreasi pada tiap-tiap lingkungannya.

Berbekal pengalaman melalui keterlibatan penulis dalam gerakan-gerakan pemuda Karang Taruna, dari menjadi sekretaris sampai kemudian mengemban tugas sebagai ketua Karang Taruna di Kelurahan Purwosari Kota Metro, Provinsi Lampung, tentu saja proses pengabdian, berdaya, dan berkreasi sebagai pemuda di lingkungan Purwosari tersebut berkaitan erat dengan peluang dan tantangan yang dihadapi sekaligus.

Inovasi berupa gerakan pemberdayaan oleh organisasi pemuda Karang Taruna kepada masyarakat pada Juli tahun 2019 sudah pernah terlaksana dengan mengajak salah satu perguruan tinggi di sekitar untuk berkolaborasi menciptakan pasar kreatif yang memanfaatkan lahan bambu-bambuan sebagai lahan yang memiliki potensi ekonomis dalam meningkatkan pendapatan warga sekitar, serta menunjang kemajuan lingkungan itu sendiri.

Pasar kreatif yang kemudian diberi nama Pasar Ngisor Pring atau disebut Pasorpring tersebut didesain sebagai pasar wisata yang tidak hanya menjual aneka kuliner tradisional, akan tetapi juga menyediakan berbagai macam hiburan seperti pojok akustik, spot foto, ruang bermain permainan tradisonal serta lapak literasi berupa pojok baca di bawah pohon bambu.

Pasorpring kemudian menjadi bukti bahwa pasar dapat diciptakan melalui gerakan pemberdayaan berbasis gotong-royong, dan keterlibatan pemuda dalam gerakan pemberdayaan tersebut juga dapat diperhitungkan. Akan tetapi untuk mencapai level pemberdayaan yang sustainable tidak hanya cukup bermodalkan sumber daya manusia dan potensi lokasi. Ada banyak hal yang patut dipertimbangkan seperti adanya faktor internal dan eksternal dari sebuah sistem pemberdayaan.

Misalkan budaya sosial masyarakat yang mengkonstruk bahwa pemanfaatan lahan selalu dikenakan beban sewa. Hal ini menjadi titik lemah untuk keberlanjutan pengelolaan pasar kreatif yang berbasis gotong-royong. Misi utama pemberdayaan ada untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek perubahan yang mengelola lahannya dan menciptakan kebermanfaatan bersama. Namun dalam pelaksanannya permasalah tersebut menjadi tantangan tersendiri.

Sedangkan, faktor internal juga menjadi salah satu tantangan yang perlu dipertimbangkan, seperti egoisme dan cara komunikasi para penggerak pasar kreatif dalam menyeragamkan tujuan guna membangun sistem pemberdayaan yang berkelanjutan. Sikap ego yang tinggi dan cara komunikasi yang salah dari masing-masing penggerak pasar kreatif dapat mengakibatkan terjadinya chaos hingga mengurangi elektabilitas dalam bergotong-royong.

Hal ini kemudian diamini dengan kemandegan Pasorpring yang hanya mampu melaksanakan dua kali gelaran pasar. Beberapa faktor yang disebutkan di atas, seperti warga yang tidak mau terlibat dalam gerakan yang seharusnya menjadi subjek paling kuat, pihak warga yang membebankan sewa kepada para penggerak pasar kreatif, dan kurangnya kesadaran dalam bergoting-royong, serta pendekatan kepada warga kurang direspon dengan baik menjadi threats atau ancaman dari keberlangsungan nafas pemberdayaan pada Pasorpring itu sendiri.

Pemuda memang harus berpartisipasi dalam setiap momen gerakan warga. Gerakan pasar kreatif sangatlah penting sebab menjadi media pembelajaran kepemimpinan bagi pemuda (sebab selalu dinamika yang akan membuat pemuda semakin dewasa dalam berpikir), dan melebur dalam bergotong-royong mewujudkan tujuan bersama.

Gerakan pasar kreatif akan menjadi sangat penting dalam kurun waktu lima sampai sepuluh tahun kedepan. Sebab pasar kreatif selain menjadi ruang pembelajaran, nantinya juga akan menjadi ikon, brand, atau ciri khas sebuah lingkungan yang berdaya. Gerakan yang menitik beratkan gotong-royong akan menjadi habit dan terawat secara bersama. Semua yang terlibat dalam kebersamaan gotong-royong akan tumbuh dan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam membangun peradaban.

Pada akhirnya, Karang Taruna akan menjadi ruang yang sangat vital dalam menyatukan frekuensi pemberdayaan oleh pemuda itu sendiri. Keaktifan serta kepemimpinan yang diasah melalui pengalaman organisasi kepemudaan di Karang Taruna akan menjadi bekal pengetahuan ketika kelak di mana peran serta para pemuda telah siap bergerak di level memberdayakan masyarakat dalam cakupan yang lebih luas serta impact yang lebih besar.

Penulis Ahmad Mustaqim | Editor: Wahyu Puji

Categories
Opini Read

Mispersepsi Tentang Teks

Ini adalah catatan harian saja, sifatnya pribadi, tapi jika bermanfaat buat kalian juga silakan dibaca sesukanya. Pun kalau catatan ini mengundang kalian untuk meninggalkan jejak gagasan, silakan komentar saja. Ini tentang satu kata yang harus saya ingat dan pahami agar tidak menjadi biang masalah dikemudian hari. Kata itu adalah Mispersepsi.

Mispersepsi, mis artinya salah dan persepsi artinya anggapan, jadi Mispersepsi adalah salah anggapan atau salah pemahaman. Hal ini sering terjadi, bahkan bisa saya bilang lucu jika hal ini terjadi di forum diskusi/publik. Ya, harusnya pembahasannya tentang A dengan metode B, tapi justru karena Mispersepsi orang malah membahas Z yang tidak ada hubungannya dengan A.

Dalam dunia yang serba cepat ini (baca: digital), manusia hidup di dua dunia secara langsung, yakni dunia nyata yang real dengan segala fakta pengalaman indera dan dunia maya yang penuh dengan panggung sandiwara. Era digital memang sangat positif, sebab banyak orang makin mudah berinteraksi tanpa harus bertemu secara langsung. Tanpa ribet tinggal meninggalkan pesan/messenger ke orang lain, maka interaksi pun terjadi.

Namun, disinilah, di sebuah pesan singkat digital itu orang sering Mispersepsi, terutama tentang teks, memahami teks pesan tanpa ruang dan waktu, hanya mengobjekan dengan hasil tafsir pikirannya sendiri. Misalnya begini, saya berada di forum publik (sebut saja grup khusus messenger/pesan singkat) yang mengharuskan menulis kata: WOYY KALIAN!!!. Ternyata Ada yang marah, ada yang ketawa, ada yang hanya sekedar membacanya saja.

Pada dasarnya, saya menulis itu hanya untuk sekedar memancing suasana agar grup makin ribut, makin berbunyi dari suasana mati suri. Padahal saya menulis itu sambil tertawa dan menikmati suasana yang santai nan syahdu. Tapi ada yang marah hanya karena tertulis kapital semua dengan bumbu tanda seru seakan dalam suasana emosi akut.

Nah, yang kadang dilupakan, orang memahami teks tersebut hanya berdasarkan kesimpulan pikirannya tanpa mencari sebab atau kenapanya, seperti kenapa si (penulis teks) subjeknya menuliskan hal itu. Memang teks itu multipersepsi, bisa ditafsir sekarep pembacanya, tapi kalau hanya mengerucutkan teks menjadi satu persepsi (pemahaman), yo, alangkah mubazirnya. Ya kalau hasil persepsimu sama dengan si penulis teks, lah kalau tidak? Mungkin kalian akan masuk dalam kategori yang marah itu.

Ditulis: 04/03/2019