Pasar Takjil 28 Purwosari, nama yang terkesan biasa. Tidak unik dengan gaya-gaya akronim seperti lainnya. Meski begitu, sempat pernah muncul usulan nama yang agak unik, tapi di forum tersebut usulan itu ditolak.
Saya adalah orang yang juga menolak. Bagi saya nama Pasar Takjil 28 Purwosari adalah nama yang sudah baku, dan memiliki nilai tersendiri. Pasar Takjil adalah sebutan yang sudah sangat menjelaskan tentang apa isi dan momennya.
28 adalah angka Beddeng peninggalan tetua kolonis yang tentu sudah menjadi ciri sebuah lokasi. Sedangkan Purwosari adalah evolusi nama wilayah yang masih dipakai sampai saat ini.
Jadi, Pasar Takjil 28 Purwosari adalah nama spesifik yang memiliki ruhnya sendiri untuk mendatangkan pengunjung ramai setiap hari.
Foto: Naufal Akbar | Momen Pembukaan Resmi | 14/03/2024
Ini adalah catatan kecil yang saya renungkan pada pesta demokrasi Pemilu Tahun 2024. Pesta untuk kali ketiga bagi saya terlibat sebagai pemilih dan selalu konsisten menunaikan hak pilih.
Pada pesta demokrasi kali ini, saya teringat kembali dengan ungkapan Franz Magnis Suseno, “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa.”
Ungkapan itu akan membuat kita berpikir dan mempertimbangkan setiap pilihan. Berpikir dulu baru menentukan, memilih bukan karena sekedar fanatik dan buta Informasi.
Ungkapan itu juga mengajak kita untuk berdaulat, sebab mengajak untuk menakar, mengukur, memastikan setiap pilihan berlandaskan pikiran sadar sendiri.
Sekali lagi, pernyataan itu bukan untuk dipahami hanya dari dua sisi, baik dan buruk. Lebih dari itu, mengajak kita untuk berpikir dan memilih sosok yang kemungkinan terbaiknya lebih dominan.
Saya selalu mempercayai bahwa didalam setiap diri manusia senantiasa dihuni segala kemungkinan-kemungkinan. Posisi esensi manusia bukan pada kepastian, tapi di semoga.
Semoga saja di Pesta Demokrasi ini kita memilih secara berdaulat, dan siapapun yang terpilih duduk di kursi tertinggi pada Pemilu 2024 di Republik ini, ia selalu sadar, untuk menjadi yang terbaik dan mencegah kemungkinan lakon terburuknya.
Pemilu 2024 sudah tinggal menghitung hari, menuju Rabu, 14 Februari 2024 sebagai hari Pemungutan Suara. KPPS telah dibentuk, dan segala tahapan sudah dilakukan, termasuk logistik.
Sejak akhir tahun lalu, alat-alat yang diperlukan di TPS sudah tiba di Bumi Sai Wawai. Cek dan ricek dilakukan untuk memastikan kesesuaian pada kebutuhan.
Kemarin (23/01), selama lebih dari 12 jam, surat suara, kotak suara, tinta, alat coblos, plano, dan lainnya untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Metro Utara dipacking untuk kemudian didistribusikan sesuai titik-titik TPS.
Logistik yang dipersiapkan memang nampak sebatas alat-alat pemilu. Tapi ini bukan sekedar alat, melainkan sarana kedaulatan rakyat. Semoga kamu semua menggunakan hak pilih dengan berdaulat.
Sejauh pemikiran saya, sampai tulisan ini muncul, hal yang paling penting dan mengenang di penghujung tahun 2023 adalah menjadi seorang bapak. Esa yang lahir pada bulan Februari lalu, saat ini sudah di fase belajar jalan, sudah pintar memberikan kode untuk meminta sesuatu. Ia juga sudah mulai memanggil bapak dan mamak, dan lainnya. Di fase umurnya saat ini dengan segala perkembangannya, sebagai bapak saya sudah sangat bahagia.
Sepanjang tahun 2023 memang banyak hal terjadi, banyak hal juga terekam dalam pikiran, tapi tak begitu mengenang layaknya pertama kali menjadi seorang bapak. Susah senang dan berbagai dinamika proses kehidupan menjadi ritme yang saya nikmati sepanjang tahun 2023.
Lalu, apa yang akan seru dan dirasakan di tahun 2024 nanti? Terus terang saya tidak tahu, sebab besok masih menjadi sebuah misteri. Saya justeru teringat dengan khutbah Jumat terakhir di tahun 2023 kemarin. Saya teringat bagaimana khotib mengingatkan jamaah tentang bagaimana menyambut situasi perubahan, khususnya tahun baru.
Khotib dengan berbagai dalilnya mengingatkan jamaah untuk santai saja, biasa saja dalam menyambut bergantinya tahun, sebab perubahan paling penting yang harus disambut adalah perubahan-perubahan kecil dalam hidup yang terus lebih baik dari hari ke hari.
“Bergantinya tahun adalah hal yang biasa, bergantinya perilaku menjadi lebih baik adalah prioritasnya.”
Seringkali ketika ada tamu yang datang ke rumah, sengaja ataupun tidak, matanya langsung menatap ke foto-foto yang saya pajang di dinding.
Foto-foto itu berisi Metro Tempo 1940an dan beberapa foto Metro (Bagian Beddeng 28) Abad 21. Pasca menatap foto itu, tamu-tamu mulai bercerita kisah sejarah masa lalu.
Saya sering mendengarkan bagaimana kisah-kisah yang diceritakan itu didapatnya dari orang-orang tua terdahulu, ataupun dari literatur lainnya.
Foto yang hanya sekedar gambar nyatanya memantik ruang imajinasi seseorang untuk bercerita. Dinding yang sejatinya hanya diam, ia justeru mengajak orang untuk berbicara.
Foto-foto yang mengandung nilai historis itu memang saya pajang untuk merawat memori tentang Kota ini. Pun nantinya saya berharap foto itu akan dipertanyakan anak saya, hingga kami berimajinasi tentang masa lalu dan berdiskusi tentang masa depan.
Apa yang kita imajinasikan tentang Kota Metro 20 tahun yang akan datang? Pertanyaan dasar tersebut harus sama-sama kita jawab.
Mungkin Metro akan menjadi Kota yang lebih ‘baik’ dalam segi pelayanan, tata kota, lingkungan, kesehatan dan lainnya. Metro menjadi ruang yang ramah bagi tumbuhnya perekonomian, teknologi dan inovasi.
Menuju 2045, artinya menyiapkan Kota untuk generasi anak-anak yang lahir hari ini. Kota ini butuh ide-ide pembangunan yang berkelanjutan.
Kota ini butuh orang-orang hebat yang keren, kreatif dan adaptif, pun butuh para birokrat yang sadar bahwa kerja tak melulu soal administratif, tapi inovatif.
Apakah Kota ini membutuhkanmu? Ya! _
FGD Rancangan RPJPD Kota Metro 2025-2045 | OR Setda Kota Metro | 6 November 2023
Kurang lebih fondasi awalnya begitu. Mulai Jumat (28/07), pagi tadi, Yosorejo yang menjadi perwakilan Lampung dalam Lomba Kelurahan/Desa Tingkat Nasional di kunjungi oleh tim Ditjen Pemerintahan Desa Kemendagri RI. Semua hal terkait pelayanan, aktifitas, dan inovasi di Kelurahan tersebut di verifikasi.
Sebagai salah satu tim pendamping, saya turut membantu kawan-kawan kelurahan dalam proses transformasi digitalisasi pelayanan publik. Bermodalkan aplikasi berbasis website, Yosorejo, memberikan berbagai informasi statistik kependudukan, marketplace UMKM, dan layanan mandiri warga (dengan teknologi taping KTP + Akses via Android + tracking layanan surat).
Tentu tak hanya itu, data-data terkait isu-isu nasional seperti stunting, penerima bantuan, juga diwujudkan dalam bentuk spasial (maps). Publik tinggal klik, maka akan langsung diberikan data di mana titik lokasi yang beresiko Stunting atau lokus penerima bantuan
Apa yang telah dilakukan Yosorejo adalah sesuatu yang memang seharusnya dilakukan oleh Kelurahan, pun lembaga pelayanan publik apapun, tentang bagaimana pelayanan diberikan dengan akses semudah-mudahnya menyesuaikan perkembangan zamannya.
Kita menyadari bahwa hari ini adalah eranya kecanggihan teknologi digital. Era dimana kita dengan mudahnya mengakses apapun, dimanapun, dan kapanpun.
Seperti halnya setiap membuka media digital, mulai dari bangun tidur kita sudah disuguhi jutaan informasi yang dengan mudahnya dapat diakses.
Di era ini, siapapun orang bisa dengan bebas membuat dan mendistribusikan informasi. Entah itu informasi baik, buruk, benar, ataupun salah, sistem digital tidak mempedulikannya.
Kebebasan ini, sering disebut sebagai demokratisasi informasi. Adanya kebebasan inilah yang kadang sering disalahgunakan seseorang untuk memproduksi informasi yang tidak benar atau hoax.
Hal ini memaksa birokrasi juga turut hadir sebagai produsen informasi yang tentu saja menjadi tameng dari segala bentuk hoax yang beredar, bahkan sebelum hoax itu diciptakan.
Lembaga birokrasi pun mulai aktif ber-media sosial, dan terbiasa memproduksi informasi serta mengklarifikasi ketidakbenaran suatu informasi.
Jika mendistribusikan informasi adalah hal yang umum bagi birokrasi, bagaimana jika birokrasi mendistribusikan ide-ide atau mendemokratisasikan ide?
Secara umum, demokratisasi ide bisa kita artikan sebagai situasi dimana orang bisa belajar (secara substansial) dengan siapa saja, dimana saja, dan kapan saja melalui pemanfaatan teknologi.
Lalu, bagaimana menciptakan situasi tersebut di Kota ini?
Media digital adalah kunci, sebab menjadi sarana yang paling utama. Kemudian orang-orang (tanpa kelas sosial apapun) yang bergerak dan mengimajinasikan kemajuan (masa depan) Kota ini diberi ruang seluas-luasnya untuk bercerita.
Maka, ide-ide soal Kota ini akan semakin berlimpah dan mudah diakses serta ‘dikonsumsi’ oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
Jadi, birokrasi perlu sedikit menambah pola. Tidak hanya memproduksi informasi, tapi juga mendistribusikan ide, bahkan menciptakan ruang pertukaran ide menjadi suatu inovasi yang menarik.
Setelah penantian sekitar 10 bulan di dalam perut sang Ibu. Tepat pada tanggal 4 Februari 2023, lahirlah putra pertama kami. Kelahirannya pun menjadi kabar bahagia bagi keluarga besar yang menanti-nanti.
Memaknai sebuah kelahiran, saya mengingat kembali filosofi Sedulur Papat Limo Pancer. Sebuah khasanah Nusantara yang memiliki makna dalam tentang manusia.
Dalam pemikiran Jawa, Sedulur Papat atau empat saudara adalah apa-apa yang menjaga dan mengiringi kelahirannya. Mereka adalah kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah) dan puser (tali plasenta). Kakang kawah berperan menjaga badan, dan lahir lebih dulu untuk membuka jalan lahir bagi Bayi.
Adi ari-ari menyalurkan sari pati makanan, dan perilaku orang tuanya, ia lahir setelah Bayi. Getih senantiasa menjadi kawan Bayi selama 24 jam hingga proses lahir, ia ikut lahir dan ada di dalam diri Bayi. Dan puser yang menjaga Bayi sampai (pasca melahirkan) sekitar tujuh hari hingga kemudian puput. Sedangkan yang kelima pancernya adalah diri manusianya itu sendiri yang menjadi tunggal dari sedulur papat.
Memang, banyak pemaknaan yang dalam tentang Sedulur Papat Limo Pancer. Tapi yang terpenting adalah sebagai manusia kita harus sadar, ada banyak unsur di dalam diri (mikrokosmos ini) yang berperan sangat penting, dan kita sering melupakan, bahwa kita wajib berterimakasih.
Ada 191 juta pengguna aktif sosial media (sosmed) di Indonesia, data ini dirilis oleh We Are Social awal tahun 2022. Ini meningkat 12.35% dari tahun sebelumnya. Saya yakin, tahun depan akan ada peningkatan lagi.
Orang-orang semakin lama akan semakin terbiasa menggunakan internet dan sosmed, pola kebiasaan akan semakin berubah ke arah digitalisasi, tak terkecuali soal berwirausaha.
Hari ini (08/12), saya sharing dengan kawan-kawan Karang Taruna Se-Kota Metro tentang bisnis via digital, khususnya via Marketplace. Tiap Marketplace selalu memiliki pola algoritmanya sendiri, dan tentu saja punya data-data usernya yang bisa kita beli untuk keperluan promosi (baca: ngiklan).